Bangsa
Indonesia sedang beradaptasi dengan kondisi pasca Pemilu. Berbagai pendapat
baik itu positif maupun negatif ada dalam pikiran masyarakat. Kemenangan
Jokowi-JK merupakan awal baru bagi sistem pemerintahan Indonesia. Pergantian
presiden ini seharusnya disambut baik oleh seluruh rakyat Indonesia. Seorang
presiden terpilih, yang memiliki lika-liku perjalanan karier tak biasa. Wakil
presiden terpilih pun memiliki prestasi yang tak kalah penting. Dalam harian
Kompas, Ikrar Nusa Bhakti, seorang Profesor Riset di Pusat Penelitian Politik
LIPI, menyesalkan bahwa sebuah hal yang sama terjadi di 2014, seperti Pemilu
sebelumnya, pasangan yang kalah tidak mau membuat pidato kekalahan. Namun,
sesungguhnya Pilpres 2014 telah mengembalikan semangat gotong-royong dan sukarela
dalam partisipasi politik seluruh rakyat Indonesia.
Jokowi
sebagai presiden terpilih mengajak rakyat untuk bersatu kembali dan bergerak
bersama membangun bangsa dan negara Indonesia. Seperti dikutip dari harian
Kompas, 24 Juli 2014, lebih dari sekedar upaya pemulihan kekompakan, Jokowi
menegaskan pentingnya membangun bangsa yang bertumpu pada kemandirian ekonomi,
karena pada kenyataannya Indonesia menjadi pasar bagi komoditas yang
sesungguhnya mudah diproduksi di dalam negeri. Mengenai kedaulatan politik juga
perlu ditegaskan sehingga perilaku aparat negara yang tidak kredibel tidak lagi
mencerminkan rapuhnya kedaulatan politik Indonesia. Begitu juga mengenai kepribadian
dalam kebudayaan, semangat gotong-royong harus kembali digerakkan oleh masyarakat.
Komunitas
Ekonomi Asean akan mulai berlaku pada 2015. Dalam harian Kompas, Anwar Nasution,
seorang Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, berpendapat bahwa Jokowi diharapkan dapat memperhatikan
penciptaan lapangan pekerjaan, pengentasan kemiskinan, pemerataan pendapatan,
dan keluarga berencana. Menurut A Tony Prasetiantono dalam harian kompas,
bertambahnya penduduk memang bisa mendatangkan manfaat “bonus demografi”.
Namun, di lain sisi, hal tersebut dapat menjadi beban jika lapangan pekerjaan
terbatas. Terbukanya lapangan kerja di dalam negeri akan meminimalkan jumlah
Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang mencari pekerjaan ke luar negeri.
Anwar
Nasution menyebutkan beberapa langkah yang dibutuhkan untuk mewujudkan strategi
baru pembangunan Indonesia. Berawal dari pemilihan menteri dan pembantu
terdekatnya sehingga dapat menjalankan strategi pembangunan sejalan dengan
program kerja pemerintah. Hal yang kedua berkaitan dengan pemilihan orang-orang
yang tepat, berintegritas, berpendidikan, dan berpengalaman. Sehingga calon
menteri dan penasehat presiden disarankan memenuhi standar minimal kualifikasi
pendidikan dan teknis yang dibutuhkan. Jika presiden terpilih tergelincir dalam
menyusun kabinet, maka masyarakat akan segera menghukumnya (A Tony Prasetiantono,
Kompas: 2014). Ketiga, perbaikan kelembagaan dan sistem hukum yang selama ini
tak berjalan. Masyarakat dan bank asing terpaksa menggunakan preman dan penagih
utang untuk melindungi hak milik individu. Langkah keempat adalah memperbaiki
iklim usaha dan menyederhanakan izin usaha. Sistem logistik nasional dan
infrastruktur ekonomi pun perlu dibangun, hal ini masuk dalam langkah kelima. A
Tony Prasetiantono menambahkan, sesuai dengan visi Jokowi tentang negara
maritim, ia harus membangun pelabuhan yang lebih banyak, penggunaan kapal besar
pun dinilai lebih efisien sehingga menurunkan biaya logistik. Point keenam yakni membangun industri
padat karya di sepanjang tempat-tempat
strategis bagi perdagangan dunia. Ketujuh, meningkatkan Sumber Daya Manusia
(SDM) melalui peningkatan kualitas pendidikan dan kesehatan. Terakhir,
meningkatkan mobilisasi tabungan nasional untuk memenuhi kebutuhan pembangunan
infrastruktur. Delapan hal tersebut merupakan program kerja yang dapat
direncanakan di masa pemerintahan Jokowi-JK, selain mendukung program
pemerintah, masyarakat pun diharapkan dapat “gerak bersama” demi membangun
Indonesia yang lebih baik dari masa ke masa.
Pilpres
merupakan momen luar biasa sebuah suksesi kekuasaan. Partai memiliki klaim
keseluruhan untuk membentuk sebuah pemerintahan politis. Para politisi partai
sebagian besar mengklaim diri sebagai “ahli” dalam keseluruhan. Kenegarawan
calon yang kalah sudah terbukti begitu dia menerima kekalahan demi kepentingan
keseluruhan. Akan tetapi, kenegarawanan seorang pemenang pilpres belum
terbukti pada saat dia menerima
kemenangannya, melainkan harus dibuktikan selama dia menjalankan pemerintahan
(F Budi Hardiman, Kompas: 2014)
ini juga tugas matrikulasi tapi belum tau nilainya :p