Betapa membahagiakan diri sendiri adalah sebuah keharusan, melalui fiksi ini tersirat pesan itu.
Rindu, begitu judulnya dituliskan, setelah menamatkan fiksi ini aku tak paham mengapa judul Rindu dipilih oleh penulisnya Darwis Tere Liye. Sosok yang digandrungi remaja perempuan masa kini katanya. Alur penceritaannya mirip dengan penulisan Rembulan Tenggelam di Wajahmu, menjawab pertanyaan-pertanyaan. Dituliskan pada sinopsis bahwa ada lima kisah dalam sebuah perjalanan panjang. Aku pikir fiksi ini adalah kumpulan cerpen, ternyata aku salah.
Tere Liye mendeskripsikan cerita dengan sangat baik, seolah aku berada di atas kapal Blitar Holland. Seperti biasa, aku dengan mudah terhanyut dalam isi cerita, tercekat saat seorang anak perempuan bernama Anna terpisah dari Ayahnya saat pergi ke Pasar di Surabaya dan ikut sedih ketika seorang nenek meninggal di atas kapal Blitar Holland. Sungguh fiksi yang menarik.
Ketebalan 20,5 cm membuatku menghabiskan waktu seharian membaca fiksi Rindu. Berhenti di halaman 322, tertulis 12 Desember 2013, 2013? bukankah setiap tanggal yang dikisahkan ada di tahun 1938? Mungkin hanya salah cetak.
Oh ya, aku harap suatu hari nanti fiksi yang kuterima sekaligus dengan tanda tangan penulisnya seperti Dilan ku :)