Apakah ada tolak ukur ideal untuk mencapai kondisi finansial yang mencukupi kebutuhan seluruh keluarga di bumi? Tahun yang morat-marit dan ambyar sekaligus saya rasakan. Tentu saja bukan karena saya seorang karyawan yang mengalami pemutusan hubungan kerja, tapi saya seorang istri yang suaminya mengakhiri pekerjaan tetapnya di masa pandemi. Di saat sebagian besar orang diputus hubungan kerja, suami saya merumahkan dirinya sendiri.
Baca: Harapan untuk Diri Sendiri
Dihantam pada pilihan yang sulit, karena lapangan pekerjaan belum tentu cepat menerima pegawai baru. Adaptasi baru pun muncul, memaksa keluarga kami untuk berlapang dada menerima pilihan ini. Berat, kondisi keuangan menipis, belum lagi pertanyaan demi pertanyaan dari orang-orang terdekat, hingga kekhawatiran besar yang meledak hampir setiap hari di dalam kepala. Rezeki memang hadir dalam bentuk apapun, tapi kehilangan penghasilan tetap tiap bulan itu bikin was-was banget. Segala kemungkinan terburuk ada di kepala, walau suami tetap melakukan pekerjaan freelance tetapi penghasilan yang berdatangan pun tak sebanding dengan besarnya pengeluaran keluarga.
Saat itu rasanya seperti terjun payung, walau saya belum pernah terjun payung sungguhan. Banyak rencana yang terealisasi tahun kemarin itu pun berat sebelah. Tak ada habisnya bicara uang, kebebasan finansial, kebutuhan yang membludak, ditambah lagi COVID-19 yang bikin stress. Hampir tiap hari saya bosan, melihat wajah yang biasanya pergi pagi pulang petang, tak leluasa meluapkan emosi, saya emosi, semua emosi. Bener-bener tahun yang tidak sehat dan bekerja dari rumah itu tak senyaman yang dibayangkan buat saya yang bahkan belum punya anak sekolah.
Waktu berkumpul bersama keluarga memang terbayar karena setiap detik bersama di rumah. Tapi raut wajah tak dapat dibohongi, salut banget untuk orang-orang yang masih bisa bekerja dari rumah tanpa memusingkan apapun. Jika kita melihat keluar, pedagang-pedagang baru pun bermunculan demi menyambung hidup. Aneka barang-barang dijual terutama makanan dan berseliweran di media sosial juga. Rezeki yang Allah SWT berikan pada umatnya sampai satu persatu, entah disyukuri atau tidak karena rezeki tak harus berbentuk uang.
Pada akhir perjalanan 2020, saya sempat berpikir bahwa tak akan ada lagi kalender yang bisa dibalik. Sereceh itu menghadapi kenyataan yang baru, pola hidup yang terpaksa harus dibuat nyaman. Sampai akhirnya saya mendapatkan rezeki berbentuk kalender dari keluarga suami yang belum pernah sekalipun kami berkunjung ke rumah beliau. Dalam keyakinan saya yang kadang goyah pun akhirnya menemukan jalan keluar dalam Al Qur'an surat Al Waqi'ah. Yah berjuang memang seperti itu, meskipun kita sudah sekuat tenaga berlari mengejar sesuatu yang belum pasti namun ketika Allah SWT mentakdirkan belum saatnya maka hal tersebut tak akan datang pada kita.