Melakukan perjalanan Wisata ke Sukabumi sudah menjadi keinginan suamiku sejak lama. Namun hati kecilku selalu berkata. Memang di Sukabumi ada wisata apa? selain wisata pantai dan kampung budaya Ciptagelar?? Ternyata suami mengagumi salah satu blogger yang berdomisili disana dan sering terhanyut dalam kenyamanan hidup di Sukabumi. Salah satunya adalah sarapan pagi makan bubur khas Sukabumi yang didampingi kudapan risol bihun.
Berhubung istrinya ini bukan tim bubur banget apalagi bubur diaduk. Akhirnya aku meng-iya-kan juga ajakan 'tahu bulat' beliau alias mendadak banget ya bestie. Di saat orang-orang sedang libur sekolah, natal, tahun baru, luar biasa istrinya disuruh mikir keras cari penginapan. Berhubung kantong kita masih budget RedDoorz jadi masih banyak tersedia dibandingkan dengan hotel berbintang yang harganya berkali lipat lebih mahal dari hari biasa.
Perjalanan dimulai sekitar pukul enam pagi dari Bogor. Menuju Sukabumi diperkirakan hanya satu jam dengan cuaca cerah, ditemani mentari pagi yang muncul perlahan-lahan di langit biru. Tujuan pertama adalah Situ Gunung. Saat itu aku baru sadar kalau Sukabumi itu punya dataran tinggi yang berlembah-lembah dan dataran rendah yaitu pantai, Geopark, dan sebagainya. Situ Gunung menjadi tujuan pertama karena berlokasi sebelum penginapan dan jam bukanya lebih pagi dibandingkan wisata Sukabumi lainnya. Berbekal gmaps, aku menemukan lokasi penjual bubur yang searah dengan tujuan kita. Dekat juga dengan minimarket, jadi kalau mau ke toilet bisa langsung ngacir kesana.
Eh ternyata buburnya zonk, bukan bubur asli Sukabumi tapi bubur jawa hahahahahhahaha. Saat perjalanan pulang di sore keesokan harinya, spanduk bubur tak bernama tersebut ditutup dengan menggunakan spanduk bubur Madura chuaxxx. Puncak komedi pagi hari itu sukses bikin suamiku males makan bubur lagi hari itu. Mohon maap nih, aku kan bukan pecinta bubur tapi pecinta kamu. Jadi silakan salahkan maps karena bubur yang ku tuju sedang tidak berjualan atau mungkin pindah xixixi.
Baca: Kasepuhan Cipta Gelar
Benar saja selesai makan bubur langsung ngacir ke minimarket. Dari situ aku mikir kalau mau ke tempat lain sebisa mungkin berhenti di lokasi yang dekat dengan minimarket hahaha. Drama bubur pun usai, kita lanjut menuju Situ Gunung. Dari rumah aku bekal nasi goreng, bawa galon setengah terisi, air mineral ukuran 1,5 liter sebanyak dua botol, dan makanan ringan. Jangan lupa jas hujan juga dibawa serta baju ganti yang dimasukkan ke dalam kantong plastik.
Sebenarnya perjalanan ke Situ Gunung kurang berkesan kalau diceritakan dalam kalimat-kalimat seperti ini karena lebih asik merasakan suasananya langsung dan menikmati indahnya ciptaan Allah SWT di dunia. Pikiranku langsung melayang saat pulang dari sana, di dunia aja seindah itu ciptaan Allah SWT. Gimana di surga??? Masyaa Allah!
Bagi pembaca yang ingin wisata ke Sukabumi, Situ Gunung bisa jadi pilihan. Apalagi buat yang suka tempat adem alami, merasakan kesegaran dan kebersihan udara pagi ditemani suara gemericik air juga binatang-binatang hutan. Jujur aku nggak nyangka kalo bakal melewati air terjun juga. Mungkin karena ambil paket hijau ya, dengan harga tiket seratus ribu. Anakku sih seneng banget bisa mandi di aliran air terjunnya. Banyak tempat jajanan dan makanan juga disekitarnya. Bahkan ada yang memasak disana. Memanaskan mentega aja wanginya bikin ngiler karena ya laper setelah perjalanan menyusuri hutan. Auto inget film Petualangan Sherina. Pastikan kondisi badan kita sehat, menggunakan pakaian yang nyaman, dan bawa nasi plus air minum yang cukup di dalam tas gemblok.
Setelah anakku bisa diajak beranjak dari air terjun. Kita antri sekitar satu jam untuk jarak 100meter aja duduk di ayunan rotan gitu. Ayunan hanya tersedia empat buah untuk puluhan orang. Bayangin aja lagi antri Dufan! wkwkwkw
Kita bisa juga langsung melewati jembatan tanpa naik keranjang sultan. Bisa juga langsung naik ojeg menuju parkiran dengan biaya lima puluh ribu. Kalau mau body rafting juga bisa dengan biaya tambahan.
Keranjang sultan dan segala keindahan yang ada di Situ Gunung mengingatkanku akan satu hal, untuk mencapai bahagia butuh perjuangan dalam menggapainya. Sebuah metafora ini disampaikan suamiku saat dalam perjalanan berpeluh-peluh menyusuri hutan. Dan keranjang sultan menjadi tanda bahwa kita bisa aja mencapai puncak kekayaan yang diibaratkan seperti sultan, namun jangan terlena karena itu hanya sementara. Setelah jadi sultan, Allah SWT bisa saja memutarbalikkan keadaan menjadi bangkrut dan hancur. Banyak pilihan jalan pintas untuk kembali 'pulang' atau kita naik dan meniti lagi perlahan-lahan menuju kesuksesan itu lagi. Begitu kira-kira metafora hidup ini.
Di Situ Gunung saat menyebrangi jembatan, tiba-tiba ada seorang bapak dari kejauhan yang sedang menggendong anaknya dan mengajak anaknya berteriak menyemangati kami. Mungkin beliau sedang mendidik anaknya untuk menyelesaikan penyusuran hutan dengan sabar dan semangat. Lalu saat antri panjang di keranjang sultan, seorang laki-laki menyapa anakku yang malu-malu. Bagiku itu momen langka, karena sebagian besar orang yang ku temui sekarang lebih banyak buang muka saat disapa. Alhamdulillah banyak pelajaran hidup yang bisa diambil.
Lelah datang sepaket dengan lapar juga, sekitar pukul tiga sore kami sampai di resto Alam Sunda, di pusat kota Sukabumi. Sesuai dugaan, kami bertemu lagi dengan pengunjung yang ke Situ Gunung juga karena saat dalam antrian keranjang sultan kami mendengar juga mereka ada rencana kesini. Oh iya di Situ Gunung juga ada resto, tapi kami nggak yakin harga makanannya sesuai budget. Kalau ke Alam Sunda Sukabumi, bisa parkir di Citimall Sukabumi jika beruntung hehehe. Dekat parkirannya juga dijual ayam tepung lengkap dengan sambal yang dibandrol dengan harga tiga belas ribu rupiah. Auto bungkus untuk malam hari kalau kelaparan.
Keesokan harinya, kami berencana mengunjungi Goalpara. Pagi hari kami makan Bubur Bunut di alun-alun Sukabumi. Bisa parkir di Indomart juga kalau nggak ingin makan bubur. Akhirnya suamiku makan bubur beneran, total bayar enam puluh ribu. Buatku yang nggak terlalu suka bubur, aku lebih suka bubur ini dibandingkan bubur saat di Cipanas yang porsinya banyak banget.
Baca: Jalan-jalan ke Cipanas
Di alun-alun, suamiku menyempatkan jalan pagi satu keliling. Sambil menunggu toko oleh-oleh Mochi Lampion di Gang Kaswari buka. Auto borong mochi yang yummy itu, biasa di Puncak suka kena prank eh ini nemu aslinya uhuy. Siang harinya kami makan di Warung Nasi H. Empud. Anakku makan soto ayam dan semua rasanya mantul pisan euy sampe bungkus buat dibawa pulang hahaha. Buat yang mau kesini parkir di bunderan kecil aja depan ruko-ruko.
Selesai makan siang, kita menuju Goalpara. Lokasinya mirip kebun teh Gunung Mas, tapi ini lebih aman karena lansia bisa kesini juga. Ada tempat yang agak landai, tak perlu menanjak terlalu jauh. Cuma jam bukanya nanggung, karena mushola itu ada di dalam resto (katanya) dan di depan gerbang sebelum masuk. Mungkin sengaja biar di dalem nggak lama-lama chuaxxx.
Sekitar ashar kami udah sampai di Eiger Sukabumi. Setelah berkali-kali mau ganti tas suami nggak jadi, akhirnya ketemunya disini. Lanjut sholat ashar di sebrang Universitas Nusa Putra karena ada pekerjaan yang harus diselesaikan juga. Semenjak wfh dikenal, cuti pun tetap bekerja kawan wkwkwkw. Perjalanan padat menuju gerbang tol Parungkuda. Tak ada penyebab yang pasti, salah satunya sih bubaran pabrik. Tapi istiqomah aja lewat jalan nasional, jangan mau kalo dibelokin maps apalagi udah malem.
Alhamdulillah isya udah sampe di rumah dengan selamat dan bahagia. Terimakasih ya Allah SWT. Nuhun pisan paksu udah ajak jalan-jalan.
yap betul, blog pak titik asa ini yang bikinku penasaran dari 2018an pengen ke sukabumi 🤣 cuman diunderestimate mulu wkwk.. alhamdulillah kesampaian di akhir 2023. terima kasih kembali 😊
BalasHapusSalah satu alasannya karena belum ada tol hahahahahaha. Alhamdulillah ya kesampean ❤
Hapus